My First Fanfiction
Jumat, 25 Juli 2014 | 01.31 | 4 comments
Jinri
A story by ranauliafk
Starring by Jung Soojung and Choi Jinri of f(x) & Lee Taemin of SHINee
Length: Oneshot
Genre: Romance, surreal, and ..... find it by yourself!
Inspired by author bapkyr from her story "Gianna"
.
"Stop imagining"
.
Perkenalkan namaku Jung Soojung. Kau bisa memanggilku Soojung atau Crystal, nama panggilanku di California. Untuk sekedar informasi, aku lahir di California dan dibesarkan di Korea. Kendatipun begitu, aku tidak mempunyai aksen Amerika. Aku memakai aksen Korea ketika berbicara bahasa inggris. Jadi, kau juga bisa memanggilku dengan sebutan "aneh".
Tujuanku membuat tulisan ini untuk menceritakan kisah teman sebangkuku, Choi Jinri. Jinri ini sedang mengincar senior Taemin. Menurutnya, ia sangat tampan dan manis, padahal menurutku ia biasa saja. Aku sih lebih tertarik dengan senior Myungsoo, aku suka matanya.
Oh, ya, Jinri juga sering menceritakan tentang senior Taemin padaku. Dari cerita yang aku dengar, senior Taemin sedang dalam masa pendekatan dengan perempuan lain. Aku sudah bilang pada Jinri agar mencari incaran lain saja, tetap saja dia tidak mau berpindah. Memang benar-benar keras kepala. Senior Taemin saja belum tentu mengetahui eksistensi Jinri.
Ah, ini sudah larut malam. Aku harus tidur.
.
.
.
Ini sudah pukul tujuh pagi dan aku belum melihat tanda-tanda keberadaan Jinri. Biasanya ia datang lebih dulu dariku, tapi kali ini tidak. Apa ada yang salah dengannya? Atau dia tidak mau bertemu denganku gara-gara aku bilang padanya untuk mencari incaran lain saja? Aku merasa bersalah. Seharusnya aku tidak bilang begitu padanya. Tapi aku tidak ingin ia sakit hati atau sampai menangis hanya karena seorang lelaki. Toh ia cantik dan tinggi, pasti banyak lelaki lain yang suka padanya.
Aku menunggu di tangga dekat kelaskuㅡyang biasa dilewati Jinri. Aku sudah menghubunginya berkali-kali tapi tidak ada tanggapan. Ini tidak seperti biasanya. Ia adalah tipe orang yang selalu membalas pesan dan menjawab telepon secepat yang ia bisa. Aku sangat khawatir, jangan-jangan sesuatu buruk terjadi padanya. Bagaimana kalau ia diculik?
Aku memutuskan untuk menghubunginya lagi.
Bel masuk sudah berbunyi sekitar sepuluh menit lalu. Suasana di luar kelas sangat sepi, bahkan sepertinya hanya aku satu-satunya murid yang masih berkeliaran di luar kelas. Celaka! Pasti Guru Han sudah masuk kelas. Aku ingat aku berakhir di toilet perempuan ketika terlambat masuk kelas, membersihkannya tentu saja. Beruntung, toilet sekolah ini tidak terlalu kotor dan bau.
Jinri tidak menjawab panggilanku lagi.
Tiba-tiba aku mendengar suara langkah tergesa-gesa dari tangga di hadapanku. Itu pasti Jinri. Aku langsung menuruni tangga dan melihat seorang gadis berkulit putih susu dan rambut panjang berwarna hitam pekat dengan keringat membasahi wajahnya.
Dugaanku benar.
.
Lebih baik aku membolos daripada disuruh membersihkan toilet.
Jadi disinilah aku sekarang, di atap sekolah. Dan sialnya, tidak satupun diantara kami berduaㅡaku dan Jinriㅡyang membawa minuman. Berlari menaiki tangga benar-benar menguras tenaga.
"Tumben kau terlambat." Ucapku pada Jinri. Ya lupakan soal minuman. Setidaknya duduk bersandar selama beberapa menit dapat mengurangi rasa hausku.
"Aku kesiangan, dan lagi, aku sedang dalam masa period. Benar-benar repot."
"Kukira kau marah padaku, gara-gara aku menyuruhmu untuk mencari incaran lain." Jinri hanya tertawa setelah mendengar ucapanku. Aku tidak mengerti. Aku tidak menemukan sisi lucu dari kalimatku tadi. Mengapa ia tertawa? Aku mempunyai teman yang aneh. "Kenapa?"
"Baru saja kemarin aku berkencan dengannya. Ah, bahkan kami sudah menjadi pasangan kekasih" Jinri tersenyum malu, bahkan pipinya menjadi merah."
"Dengannya? Maksudmu senior Taemin?" Tanyaku, kemudian Jinri mengangguk.
Aku menarik ucapanku tentang senior Taemin yang tidak mengetahui eksistensi Jinri. Bahkan ia juga menyukai Jinri. Ini sangat langka, aku jarang menemukan senior yang berpacaran dengan adik kelasnya. Jinri mungkin salah satu murid yang beruntung. Ah, aku iri padanya.
Aku pernah bilang pada Jinri untuk menyuruhnya berhenti bermimpi. Maksudku, berhenti mengharapkan seorang senior. Kautahu, ini seperti drama-drama yang sering kulihat di televisi. Seorang senior yang tampan menyukai juniornya yang cantik dan mempunyai lekuk tubuh yang indah. Memang Jinri cantik sih, tapi tidak dengan tubuhnya, perut dan lengannya agak besar. Untungnya ia tinggi. Eh, jangan bilang-bilang padanya ya.
"Mau kuceritakan bagaimana kami berkencan kemarin?"
.
.
.
Waktu menunjukan pukul setengah tujuh malam. Ini artinya aku hanya mempunyai waktu setengah sampai satu jam untuk menceritakan bagaimana mereka berkencan. Aku harus makan malam atau tidak aku tidak diperbolehkan bermain komputer. Menyebalkan, 'kan? Padahal aku ingin tubuhku seperti tubuh wanita model pakaian dalam. Tapi ibuku bilang aku sudah kurus, jadi tidak usah melakukan diet. Aku tidak mengerti pandangan orang tua itu bagaimana.
Oke, lupakan.
Jadi sekarang aku akan menceritakan tentang kencan Jinri dan senior Taemin. Aku akan menceritakan itu seperti Jinri menceritakannya padaku tadi siang.
Sekarang.
Iya sekarang.
Jadi ...
"Mau kuceritakan bagaimana kami berkencan kemarin?" Tanya salah satu gadis sambil tersenyum. Bibirnya semerah buah ceri membuat senyumannya semakin terlihat manis.
Gadis yang duduk di sebelahnya hanya menangguk. Ia menekukan kakinya dan menidurkan kepalanya di sendi lututnya. Kedua tangannya melingkar di kakinya. Siap mendengarkan cerita.
"Jadi sebelum aku merencanakan ide gila untuk menyatakan suka pada senior Taemin, aku harus mengetahui jadwal-jadwal yang dimilikinya terlebih dahulu."
"Tunggu dulu, darimana kau tahu jadwal-jadwalnya?" Potong gadis berambut coklat hazel itu.
"Aku mengikutinya seminggu sebelumnya. Ah lebih tepatnya mengintainya. Jadi aku tahu kapan ia punya free time, kapan ia sibuk. Dan aku memutuskan untuk menyatakannya pada saat ia selesai berlatih sepak bola di sekolah." Gadis yang sedang bercerita berfikir sejenak, lalu melanjutkan ceritanya lagi. "Kemarin sore adalah waktu ia berlatih. Aku menunggunya di depan gerbang sekolah. Aku berpapasan dengannya ketika ia ingin berjalan pulang."
"Lalu apa yang kaulakukan?" Gadis yang sedang mendengarkan mendekatkan dirinya ke gadis yang sedang bercerita. Ia membenarkan posisi duduknya. Kali ini siku tangannya bertumpu dengan lututnya. Ia menaruh kepalanya di telapak tangannya.
"Aku memanggilnya, ..." Gadis yang bercerita menirukan dialog antara ia dan lawan bicaranya tadi malam. "... dan ia langsung memelukku! Ia juga bilang kalau ia suka padaku."
"Ah ceritamu seperti di drama-drama." Ucap gadis berambut coklat hazel itu.
"Terserah kau saja mau percaya atau tidak." Gadis berambut hitam pekat itu mengerucutkan bibir cerinya. Gadis satunya hanya terkekeh.
"Aku percaya kok!"
... seperti itu ceritanya.
Ah ini sudah pukul tujuh lebih lima belas menit, aku harus turun ke bawah untuk makan malam. Sudah dulu ya.
.
.
.
Hari ini adalah hari sabtu dan sekarang sudah pukul dua belas siang. Aku berniat melanjutkan tulisan ini pagi-pagi setelah sarapan. Tapi apa daya, aku terlalu malas dan masih mengantuk tadi. Jadi aku tidur saja sehabis sarapan. Tolong jangan salahkan aku, salahkan kemalasanku. Sesungguhnya kemalasan itu di luar kuasaku.
Lagipula siapa juga yang akan menyalahkanku.
Pukul dua nanti aku akan menemani Jinri membeli pakaian untuk kencan keduanya malam ini. Aku bingung. Padahal ia mempunyai banyak gaun yang indah, tapi kenapa ia masih ingin membeli lagi? Aku yakin nantinya ia tidak membawa cukup uang dan aku harus berakhir menambahi sisa kekurangannya.
Sampai saat ini aku masih belum punya cerita terbaru tentang Jinri dan senior Taemin. Mungkin kau harus menunggu sampai larut malam (setelah Jinri selesai berkencan). Jadi silahkan tutup laman ini dan kembali beberapa jam kemudian.
.
.
.
Saat ini aku sudah bersama Jinri. Kami sedang berada di pusat pembelanjaan di kota Seoul. Tempat ini lumayan ramai saat hari libur. Seharusnya Jinri mengajakku kemarin setelah pulang sekolah. Aku tidak terlalu suka dengan keramaian.
Untungnya Jinri adalah tipe orang yang tidak menanyakan pendapatku tentang pakaian ini dan itu. Jadi aku tidak perlu repot-repot berfikir tentang pendapatku karena aku malas berfikir. Kendatipun begitu, aku pernah mendapatkan nilai sembilan puluh pada mata pelajaran fisika. Yah, hanya sekali, sih.
Oke, lupakan saja.
Sebelum pergi berbelanja, Jinri mencatat ciri-ciri gaun yang ia akan beli. Diantaranya: panjangnya di atas lutut, warnanya gelap dan tidak berlengan. Aku tahu sekali, ia ingin terlihat langsing. Dasar.
Kami sudah berkeliling mencari gaun yang dimaksud Jinri, tapi kami tidak menemukannya. Rasanya seperti berolahraga. Biasanya aku membeli pakaian atau barang yang kumau di toko online atau ibuku yang membelikan. Aku bahkan lupa terakhir kali aku berbelanja seperti ini.
Voila! Kami menemukan gaun yang di inginkan Jinri. Gaunnya berwarna heather grey. Cocok sekali dengan Jinri yang berkulit putih. Ah aku jadi ingin membelinya juga. Tapi sepertinya, lemariku sudah penuh.
By the way, Jinri akan berkencan di sebuah restoran. Yah, makan malam romantis.
.
.
.
Kau penasaran?
Sekarang aku akan menceritakan tentang kencan Jinri dan senior Taemin tadi.
Jinri tidak jadi memakai gaun yang dibelinya siang tadi. Ia pikir, gaun itu terkesan terlalu mewah untuk acara makan malam. Ia memutuskan untuk memakai gaun selutut berwarna putih dan bercorak bunga-bunga kecil berwarna merah muda (Jinri mengirimkan foto gaunnya padaku sebelum ia berangkat berkencan).
Kalau senior Taemin, aku tidak tahu persis ia memakai pakaian seperti apa. Tapi Jinri bilang, ia memakai kaos hitam dan celana jeans. Aku menduga senior Taemin adalah tipe orang yang simple. Oh, ya, senior Taemin juga memakai parfum beraroma mint kesukaan Jinri. Tapi aku bingung, darimana ia tahu aroma kesukaan Jinri sedangkan Jinri belum pernah memberi tahu padanya apa saja favoritnya?
Aku berkesimpulan mereka mempunyai aroma favorit yang sama. Ah pasti mereka mempunyai banyak kesamaan. Aku yakin aku akan menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk menyelesaikan cerita tentang Jinri ini.
Mereka berkencan di sebuah restoran Jepang. Ini adalah restoran favorit senior Taemin. Kata Jinri, makanan di restoran itu sangat enak, apalagi sushi udangnya. Sepertinya Jinri makan banyak malam ini. Aku harus ke restoran itu kapan-kapan.
Sehabis makan di restoran Jepang, mereka membeli es krim di tengah perjalanan pulang. Memang benar kata psikolog, wanita lebih mudah menambah berat badannya ketika berpacaran. Lihat saja Jinri. Beruntung aku tidak pernah berpacaran. Aku tidak berbohong, memang benar aku tidak pernah berpacaran.
Masalah akomodasi, mereka tidak menggunakan kendaraan apapun. Hanya berjalan. Aku berasumsi kalau senior Taemin adalah orang yang sangat mencintai bumi. Ia tidak mau memakai kendaraan karena bisa membuat polusi udara semakin banyak.
Kurasa sudah cukup berceritanya. Aku pamit.
.
.
.
Tidak terasa sudah satu bulan hubungan Jinri dan senior Taemin. Sampai saat ini, mereka belum pernah bertengkar atau berdebat tentang hal-hal sepele. Sudah kubilang kalau mereka pasangan yang sangat serasi.
Hari ini aku ada janji dengan Jinri untuk bertemu dengannya di sebuah kafetaria dekat sekolah. Kafetaria ini sudah menjadi langganan kami selama dua tahun terakhir. Biasanya sepulang sekolah, kami sering mampir dulu disana. Minuman mereka sangat enak. Terutama yang berasa teh hijau. Aku sangat merekomendasikannya.
Omong-omong, aku tidak hanya bertemu dengan Jinri saja. Senior Taemin juga akan bergabung bersama kami. Ah aku tidak sabar melihat bagaimana mereka berpacaran. Selama ini aku hanya mengetahuinya dari omongan Jinri. Yah, sepertinya hari ini aku hanya menjadi seekor nyamuk diantara mereka.
Berbalut kemeja lengan panjang berwarna broken white dan celana jeans, aku berjalan menuju kafe. Cuaca hari ini cerah dan udara di luar sangat panas. Seharusnya aku menuruti kata ibuku untuk memakai kaos dibanding kemeja. Apalagi yang berlengan panjang. Setidaknya kafetaria yang kutuju mempunyai alat pendingin ruangan.
Aku membuka pintu kafe dan mulai mencari keberadaan Jinri. Untung saja kafe ini tidak terlalu luas sehinggu aku dengan mudah menemukan tempat Jinri berada. Aku berjalan menuju mejanya. Ia sendirian, sepertinya senior Taemin terlambat datang.
Jinri menyapaku. Aku langsung duduk berlawanan dengannya dan mengangkat tanganku untuk memanggil pelayan. Seperti biasa, aku memesan teh hijau. Entahlah, aku suka sekali dengan teh hijau. Tapi anehnya, aku tidak suka dengan warna hijau. Ah aku memang aneh.
"Dimana kekasihmu?" Tanyaku padanya. Jinri hanya tertawa. Anak ini, hal yang tidak lucu malah terlihat lucu baginya.
"Kau bercanda? Ia di sebelahku."
Aku bersumpah aku tidak melihat siapa-siapa di sebelah Jinri. Hanya ada aku dan Jinri di meja ini. Apa penglihatanku mulai memburuk karena terlalu lama bermain komputer? Tidak. Memang tidak ada siapa-siapa di sebelah Jinri.
"Apa maksudmu, Jinri? Hanya ada kita berdua di meja ini." Ucapku bingung. Apa ia berpacaran dengan hantu? Tapi Jinri bukan orang yang bisa melihat makhluk-makhluk sejenis hantu. Bahkan ia penakut. Dan aku yakin si Taemin ini bukanlah hantu, karena ia memang seniorku di sekolah.
"Sebaiknya kau hentikan khayalanmu, Jinri."
.
.
.
Aku tidak tahu kalau Jinri ternyata memiliki kelainan mental. Jadi selama ini aku berbicara dengan orang yang ...
Gila?
Aku bersumpah, Jinri terlihat seperti remaja perempuan normal lainnya. Ia jarang berimajinasi, bahkan tidak pernah. Jinri adalah tipe orang yang berfikir dengan logika. Jadi tidak masuk akal bagiku ketika mengetahui "senior Taemin" hanya imajinasi Jinri.
Ini sudah hari kedua setelah aku tahu bahwa senior Taemin yang diceritakan Jinri hanyalah imajinasinya. Aku tidak tahu seberapa sukanya Jinri pada senior Taemin. Tapi ia menjadi depresi setelah tahu kenyataan bahwa semua hanya ilusinya saja. Dan yang lebih parah,
Jinri bunuh diri.
Tepat tadi siang di kamarnya, Ibu Jinri menemukan tubuh Jinri sudah terduduk tak bernyawa dengan busa di mulutnya.
Sangat di sayangkan, cerita sudah berakhir. Senior Taemin yang di ceritakan Jinri terdengar sangat romantis dan pengertian. Mereka sangat serasi. Aku kira aku akan menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk menyelesaikan kisah cinta Jinri ini. Tapi ternyata hanya perlu waktu satu bulan untuk menyelesaikannya.
Waktu sudah menunjukan pukul sebelas malam dan besok aku harus sekolah. Jadi, aku harus tidur sekarang.
Selamat malam.
Eh,
Tunggu dulu, telepon genggamku berdering. Siapa orang gila yang menelponku larut malam begini?
Aku mengambil handphoneku dan melihat nama yang tertera pada layar.
Jinri.
Orang gila yang menelponku adalah Jinri.
Apa aku terlalu banyak menuliskan kisah Jinri sehingga yang ada di otakku hanya ada dia, dia, dan dia? Ada berapa Jinri yang kukenal di dunia ini? Apa aku sedang berhalusinasi?
Sepertinya aku harus menyudahi menulis cerita membingungkan ini sebelum aku menjadi gila bahkan bunuh diri. Jadi, silahkan kau imajinasikan sendiri apa akhir dari cerita ini. Kau boleh bilang bahwa akulah yang gila, ini semua hanya imajinasiku dan sebagainya. Kau juga boleh mempercayai ceritaku ini. Itu terserah padamu.
Aku undur diri sekarang. Sampai jumpa.